Rabu, 07 Desember 2011

POLIGAMI BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL MENURUT HUKUM ISLAM


Oleh: Zainal Arifin, SH., M.Hum
Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Surabaya

ABSTRAK


Manusia adalah mahkluk yang diciptakan Allah SWT yang selalu berusaha memenuhi segala kebutuhan dan keinginannya. Salah satu bentuk dari keinginan manusia itu adalah perkawinan. Hukum nikah menurut Islam itu semula Sunnah, yaitu bagi orang yang menginginkan serta terpenuhi persyaratannya, seperti biaya dan sebagainya. Akan tetapi hukum itu bisa berubah tergantung sebabnya yaitu wajib bagi orang yang mampu serta hampir tidak kuat menahan hawa nafsunya, dan haram bagi orang yang bermaksud jahat terhadap isteri seperti menyakitinya. Perkawinan ada beberapa bentuk, diantaranya ada bentuk perkawinan monogami dan perkawinan poligami yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan diantaranya dalam Undang-undang No. 1/1974, tentang perkawinan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana relevansi diberlakukannya Peraturan Pemerintah No. 10/1983 tentang poligami dan untuk mengetahui bagaimana bentuk penyimpangan poligami dalam praktek di masyarakat setelah diberlakukannya UU No. 1/1974 dan Peraturan Pemerintah No. 10/1983 serta perlindungan hukum terhadap isteri yang suaminya berpoligami.
Poligami menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1/1974 pada dasarnya berasaskan asas monogami tetapi asas ini dapat disimpangi bila memang memenuhi syarat yang telah ditentukan, diantaranya syarat yang harus diperoleh ijin dari pengadilan, sedangkan poligami bagi Pegawai Negeri Sipil menurut PP No. 10/1983 yang mengatur perkawinan poligami harus mendapatkan ijin dari pejabat atasannya. Menurut hukum Islam poligami dapat dilakukan bila suami yang akan melakukan perkawinan poligami itu dapat berlaku adil. Adanya kesesuaian dan ketidaksesuaian antara Undang-Undang No. 1/1974, Peraturan Pemerintah No. 10/1983 dan hukum Islam. Kesesuaian disini adalah adanya pengurangan dan penambahan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh laki-laki yang akan melakukan poligami.
Meskipun Undang-undang No. 1/1974 dan Peraturan Pemerintah No. 10/1983 diharapkan berlaku efektif, namun dalam pelaksanaannya sendiri masih banyak dijumpai penyimpangan (poligami ilegal), dalam bentuk pemalsuan surat-surat pelacuran, prostitusi dan lain-lain. Dalam hal tersebut tidak dapat dibenarkan baik dari segi moral maupun agama.
Islam telah memberikan perlindungan kepada wanita dalam hal suaminya
berpoligami yaitu dengan memberikan kewajiban kepada suami agar
berbuat baik kepada istri-istrinya.

Kata Kunci : Poligami, Adil dan Mampu